Bandung-Direktur Fasilitas Kepabeanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Kementerian Keuangan, Untung Basuki mengatakan tren naiknya kasus Covid-19 tidak disertai dengan lonjakan impor alat kesehatan.
“Sekarang varian ini relatively tidak ada lonjakan impor untuk alat kesehatan dan obat-obatan,” kata dia, di Bandung, Rabu, 10 Agustus 2022.
Untung mengatakan Ditjen Bea dan Cukai secara berkala melakukan evaluasi terhadap pemberian fasilitas kepabeanan untuk alat kesehatan yang dipergunakan dalam penanganan Covid-19.
“Kalau insentif untuk vaksin masih, itu masih berlaku, belum dicabut sampai kebutuhan itu terpenuhi.
Untuk yang alkes (alat kesehatan), kita secara periodik melakukan evaluasi dengan Kementerian Kesehatan, Badan POM, dengan BNPB.
Kita melakukan evaluasi terus menerus,” kata dia.
Menurut dia, terbuka kemungkinan untuk mengurangi daftar penerima fasilitas kepabeanan yang diberikan pada alat kesehatan untuk penanganan Covid-19 melihat perkembangan tren impornya.
“Hasil evaluasi kita dengan teman-teman Kementerian Kesehatan dan BNPB, kita akan melakukan perubahan kebutuhan barang-barangnya, jadi kita menyesuaikan saja.
Tetapi dengan adanya varian ini tidak terlalu mengubah jenis barang yang kita butuhkan,” kata dia.
Ia mencontohkan, lonjakan impor alat kesehatan saat terjadi lonjakan kasus Covid-19 saat varian Delta.
“Saat itu kita butuh oksigen konsentrator, tiap hari kita membutuhkan.
Sebelumnya juga begitu, obat-obatan, APD juga gak ada.
Waktu awal-awal ada perusahaan Kawasan Berikat produksi APD itu bisa dimanfaatkan,” kata dia.
Ia mengatakan perubahan pemberian fasilitas kepabeanan pada alat kesehatan kemungkinan menunggu situasi perkembangan Covid-19 hingga akhir tahun ini.
“Kita lihat sampai evaluasi berikutnya, sampai akhir tahun.
Nanti kita lihat, variannya kita berharap tidak nambah lagi.
Kalau memang sudah betul-betul tidak membutuhkan, kemudian suplai dalam negeri sudah cukup,” kata dia.
Ia berujar perubahan tersebut terbuka hingga opsi pencabutan pemberian fasilitas kepabeanan untuk obat-obatan serta alat kesehatan tertentu.
“Kita akan evaluasi terus.
Obat-obatan yang memang tidak kita perlukan, sudah cukup, dan barangkali sudah bisa diproduksi itu yang barangkali kita cabut.
Tapi konsep kita, kita harus terus waspada terkait dengan Covid ini,” kata dia.
Menurut dia pemberian fasilitas kepabeanan untuk impor obat-obatan dan alat kesehatan untuk penanganan Covid-19 tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
“PMK 34 tahun 2020, kita ubah terakhir PMK 92 tahun 2021 dalam lampiran itu ada jenis barang yang kita butuhkan, itu hasil evaluasi kita dengan Kementerian/Lembaga terkait,” kata dia.
Ia mengatakan pemberian insentif fiskal itu untuk memastikan kecukupan barang tersebut di dalam negeri.
“Kalau sudah mencukupi, maka kita tidak lagi memberikan fasilitas.
Artinya orang boleh impor, tapi bayar bea masuk.
Tapi kalau suplai dalam negeri belum ada makanya kita kasih insentif itu,” kata dia.
Ia mencontohkan, perubahan pemberian insentif fiskal tersebut sempat dilakukan pada produk masker.
“Dulu kan masker itu kita bebaskan semua.
Sekarang kita hanya memberikan hanya untuk N95 karena ternyata dari sisi produksi masih belum memenuhi, itu masih kita kasih,” kata dia.