Pakar Sebut Data Terkait Virus Langya Belum Solid

Pakar epidemiologi dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, meminta semua pihak tetap waspada karena data terkait virus Langya (LayV) yang berasal dari Cina belum solid.

“Kehadiran atau timbulnya penyakit yang berasal dari hewan atau penyakit zoonosis ini merupakan ancaman terhadap kesehatan global dan nasional,” kata Dicky.

Ia mengungkapkan virus Langya pertama kali ditemukan di Cina, tepatnya di Langya, Provinsi Shandong.

Total dari kasus yang ditemukan di seluruh wilayah negara itu mencapai 35 kasus.

Virus Langya sendiri masuk ke dalam keluarga virus Nipah dan diduga penularannya berasal dari tikus sebagai hewan pengerat.

Walaupun demikian, hanya sembilan dari 35 kasus yang berhasil ditelusuri sedangkan sisanya belum sempat ditelusuri atau menunjukkan potensi terjadinya penularan.

“Hanya sembilan kasus yang berhasil ditracing dan itu ditemukan kurang lebih 15 yang keluarganya positif, maksudnya ditracing terbukti ada penularan dari keluarga dekatnya.

Tapi, sisanya belum sempat ditracing atau dipastikan apakah ada potensi penularan atau tidak, jadi datanya belum solid,” ujar Dicky.

Dari belum solidnya data yang dikumpulkan itulah ia meminta setiap pihak untuk tetap mewaspadai berbagai bentuk penularan karena virus dari hewan berpotensi menjadi wabahpenyakit bagi manusia.

Dicky menyatakan meski belum ditemukan keparahan berupa orang yang masuk ICU atau kematian, 75 persen penyakit yang menginfeksi manusia disebabkan atau berasal dari hewan dan jelas merugikan manusia karena bisa menular dari hewan ke manusia menjadi manusia ke manusia.

“Indonesia sendiri memiliki yang mirip seperti Cina, baik kondisi lingkungan ataupun dilihat dari perilaku masyarakat, kebijakan dan sistem kesehatannya, karena masih berhubungan erat dengan sejumlah jenis hewan sehingga negara berada pada posisi yang dapat dikatakan rawan,” jelasnya.

Ia menambahkan negara yang termasuk dalam kawasan Indocina seperti Indonesia merupakan negara yang ada di zona rawan terjadinya berbagai penyakit yang berasal dari hewan.

Karena itu, diperlukan strategi hingga ke daerah untuk melakukan surveilans ataupun kajian lebih mendalam terkait penyakit zoonosis agar tidak terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB), wabah, atau pandemi lain.

Selain surveilans, Dicky turut menyarankan agar kajian terkait berbagai penyakit yang berasal dari hewan dapat lebih diperdalam serta memaksimalkan perubahan perilaku melalui penerapan hidup sehat di dalam masyarakat, sebab meski sistem kesehatan di Indonesia mulai berkembang dengan baik, kebanyakan dari program yang dijalankan sangat berfokus pada manusia saja.

Seharusnya, guna mewujudkan harmonisasi dalam kesehatan, pemerintah juga harus fokus pada kesehatan hewan dan lingkungan sekitar.

“Artinya, kita harus benar-benar memperbaiki dan mengkaji ulang sistem deteksi, bukan hanya pada manusia tapi juga pada hewan di alam liar,” tutur Dicky.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *